TOP

15/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Naskah Laut Mati - The Dead Sea Scrolls


Naskah Laut Mati

Naskah Laut Mati terdiri dari lebih kurang 900 dokumen, termasuk teks-teks dari Kitab Suci Ibrani, yang ditemukan antara tahun 1947 dan 1956 dalam 11 gua di Wadi Qumran dan sekitarnya (dekat reruntuhan pemukiman kuno Khirbet Qumran, di sebelah barat daya pantai Laut Mati). Teks-teks ini mempunyai makna keagamaan dan sejarah yang penting, karena mereka praktis merupakan satu-satunya dokumen-dokumen Alkitab yang berasal dari masa sebelum tahun 100 Masehi.

Waktu Penulisan Dan Isi

Menurut perhitungan tanggal karbon dan analisis teks, dokumen-dokumen ini ditulis pada berbagai masa sejak pertengahan abad ke-2 SM hingga abad pertama M. Sekurang-kurangnya satu dokumen, berdasarkan perhitungan tanggal karbon berasal dari tahun 21 SM–61 M. Papirus Nash dari Mesir, yang mengandung salinan Dasa Titah, adalah satu-satunya dokumen berbahasa Ibrani lainnya yang sangat kuno. Bahan-bahan tertulis serupa lainnya telah ditemukan dari situs-situs di dekatnya, termasuk benteng Masada. Sebagian dari naskah ini ditulis di atas papirus, namun cukup banyak pula yang ditulis di kulit binatang yang berwarna kecoklatan, yang tampaknya gevil.

Potongan-potongan ini terdiri dari sekurang-kurangnya 800 teks yang mewakili pandangan-pandangan yang berbeda-beda, dari keyakinan orang-orang Esene hingga sekte-sekte yang lain. Sekitar 30%nya adalah potongan-potongan dari Kitab Suci Ibrani, dari semua kitab kecuali Kitab Ester. Sekitar 25% merupakan teks-teks keagamaan israel tradisional yang tidak ada di dalam Kitab Suci Ibrani yang kanonik, seperti misalnya Kitab Henokh, Kitab Yobel, dan Perjanjian Lewi. Sekitar 30% lagi mengandung tafsiran-tafsiran Alkitab dan teks-teks lainnya seperti misalnya "Manual Disiplin" (1QS, yang dikenal pula sebagai "Naskah Disiplin" atau "Aturan Komunitas") dan Aturan Peperangan (1QM, juga dikenal sebagai "Naskah Peperangan") yang terkait dengan kepercayaan, peraturan, dan tuntutan keanggotaan dari sebuah sekte kecil Yahudi, yang dipercaya banyak peneliti hidup di wilayah Qumran. Sisanya (sekitar 15%) dari potongan-potongan ini belum dapat diidentifikasikan. Kebanyakan dari mereka ditulis dalam bahasa Ibrani, namun sebagian juga ditulis dalam bahasa Aram dan beberapa dalam bahasa Yunani.

Teks-teks penting mencakup Gulungan Yesaya (yang ditemukan pada 1947), sebuah tafsiran Habakuk (1947); Peraturan Komunitas (1QS), yang memberikan banyak informasi mengenai struktur dan teologi sekte ini; dan versi yang paling awal dari Dokumen Damsyik. Apa yang disebut Gulungan Tembaga (1952), yang mendaftarkan tempat-tempat penyimpanan emas, naskah, dan senjata yang tersembunyi barangkali adalah yang paling terkenal.


PENAFSIRAN

Esensi

Menurut sebuah pandangan yang hampir secara universal diterima hingga tahun 1990-an, dokumen-dokumen ini ditulis dan disembunyikan oleh sebuah komunitas orang Eseni yang hidup di daerah Qumran. Ini dikenal sebagai Hipotesis Esene. Orang-orang Yahudi memberontak melawan orang-orang Romawi pada 66 M. Sebelum mereka dibantai oleh para tentara Romawi, orang-orang Eseni menyembunyikan kitab-kitab suci mereka di gua-gua dan baru ditemukan kembali pada 1947.

Saduki

Sebuah teori lainnya, yang kini semakin populer, ialah bahwa komunitas itu dipimpin oleh para imam Zadok (Saduki). Dokumen terpenting yang mendukung pandangan ini ialah "Miqsat Ma'ase haTorah" (MMT, 4Q394-), yang menyebutkan hukum-hukum kesucian yang sama dengan yang apa disebutkan berasal dari kaum Saduki dalam tulisan-tulisan rabinik (seperti misalnya tentang perpindahan kenajisan). Dokumen ini juga mereproduksikan sebuah kalender festival yang mengikuti prinsip-prinsip kaum Saduki sejak penetapan tanggal-tanggal festival tertentu. Bukti yang lainnya ditemukan dalam 4QMMT yang setuju dengan posisi kaum Saduki bahwa air yang tidak mengalir secara ritual najis. Pandangan ini bertentangan dengan keyakinan orang-orang Farisi. Kebanyakan sarjana merasa bahwa meskipun terdapat kesamaan-kesamaan dalam hukum-hukum kesucian, sebagian masalah teologis yang besar dan tidak terjembatani membuat hal ini tidak mungkin. Misalnya, Yosefus mengatakan bahwa kaum Saduki dan kaum Esene memegang pandangan yang berlawanan mengenai predestinasi. Kaum Esene mengatakan bahwa segala sesuatu ditentukan oleh takdir, sementara kaum Saduki sama sekali menolak adanya takdir. Demikian pula, banyak naskah yang memperlihatkan bukti bahwa para penulis naskah itu percaya bahwa jiwa akan tetap hidup sesudah kematian (termasuk kebangkitan) yang berlawanan dengan kaum Saduki yang berpendapat bahwa kebangkitan, malaikat, ataupun roh itu tidak ada.

Peroustakaan Bait Suci

Pada 1963 Karl Heinrich Rengstorf dari Universitas Münster mengajukan teori bahwa naskah-naskah Laut Mati berasal dari perpustakaan Bait Suci Yerusalem. Teori ini ditolak oleh kebanyakan pakar pada tahun 1960-an, yang berpendapat bahwa naskah-naskah itu ditulis di Qumran dan bukan dipindahkan dari sebuah lokasi lain (posisi yang didukung oleh identifikasi de Vaux tentang sebuah kemungkinan perpustakaan di reruntuhan Qumran). Namun, teori itu dihidupkan kembali oleh Norman Golb dan para ahli lainnya pada tahun 1990-an, yang menambahkan bahwa naskah-naskah itu kemungkinan juga berasal dari sejumlah perpustakaan lain, selain dari perpustakaan Bait Suci.

Hubungan Dengan Kristen

Seorang Yesuit Spanyol, José O'Callaghan, berpendapat bahwa salah satu fragmennya (7Q5) adalah sebuah teks Perjanjian Baru dari Injil Markus, pasal 6, ayat 52–53. Pada tahun-tahun belakangan pernyataan kontroversial ini telah diangkat lagi oleh Carsten Peter Thiede, seorang sarjana Jerman. Bila fragmen ini berhasil diidentifikasikan sebagai sebuah nas dari Markus, hal itu akan menjadikannya dokumen tertua Perjanjian Baru yang masih ada, dan diperkirakan berasal dari masa antara 30 dan 60 M. Mereka yang menentang pendapat ini berpendapat bahwa fragmen ini sangat kecil dan membutuhkan begitu banyak rekonstruksi (satu-satunya kata yang utuh adalah kata bahasa Yunani "και" = "dan") sehingga fragmen ini bisa saja berasal dari sebuah teks lain selain Markus.

Robert Eisenman mengajukan teori bahwa sejumlah gulungan sesungguhnya menggambarkan kehidupan komunitas Kristen, yang digambarkan lebih fundamentalis dan kaku daripada apa yang digambarkan Perjanjian Baru. Eisenman juga berusaha menghubungkan karier Yakobus yang Adil dan Paulus dari Tarsus dengan sebagian dari dokumen-dokumen ini.

Teori-Teori Lainnya

Karena seringkali dikatakan penting bagi sejarah Alkitab, naskah-naskah ini dikelilingi oleh berbagai teori persekongkolan: salah satu contohnya adalah klaim bahwa naskah-naskah ini sama sekali rekaan belaka atau diletakkan oleh makhluk-makhluk angkasa luar. Ada pula tulisan tentang Nefilim yang terkait dengan Kitab Henokh.

Frekuensi Kitab-Kitab Yang Diditemukan

Potongan-potongan dari 38 kitab di Perjanjian Lama atau Alkitab Ibrani telah ditemukan. Hanya kitab Ester yang tidak ditemukan. Ada sejumlah potongan kecil bahasa Yunani dari gua 7 dilaporkan berisi sejumlah ayat-ayat dalam Injil Markus (4 fragmen), Kisah Para Rasul, Surat Roma, 1 Timotius, dan Yakobus, masing-masing 1 fragmen.


Kitab-kitab disusun menurut jumlah manuskrip yang ditemukan (11 kitab terbanyak)


Maknanya

Makna naskah-naskah ini masih diganggu oleh ketidakpastian mengenai waktu penulisan dan asal-usulnya.

Meskipun terdapat keterbatasan-keteratasan ini, naskah-naskah ini sudah cukup berharga bagi teks kritik. Sebelum ditemukannya Naskah laut Mati, manuskrip Alkitab tertua dalam bahasa Ibrani adalah teks-teks Masoret yang berasal dari abad ke-9. Manuskrip-manuskrip alkitab yang ditemukan di antara naskah-naskah Laut Mati mendorong tanggal itu menjadi lebih tua, yaitu abad ke-2 SM. Meskipun sebagian dari naskah Alkitab yang ditemukan di Qumran cukup besar bedanya dengan teks Masoret, kebanyakan ternyata tidak berbeda. Jadi, naskah-naskah itu memberikan varian-varian baru dan kemampuan untuk lebih percaya terhadap bacaan-bacaan itu apabila manuskrip-manuskrip Laut Mati itu sepakat dengan teks Masoret.

Lebih jauh, teks-teks sektarian dari Naskah Laut Mati, yang kebanyakan sebelumnya tidak diketahui, memberikan terang baru terhadap suatu bentuk Yudaisme yang dipraktikkan pada masa Bait Allah kedua.

Penemuan

Perjalanan modern naskah Laut Mati dari tangan orang-orang Beduin yang menemukannya ke Tim Internasional yang belakangan menyusunnya untuk memulai rekonstruksi dan penerjemahannya barangkali sama misterius dan luar biasanya dengan naskah-naskah itu sendiri. Semuanya dimulai, mungkin dengan tidak disangka-sangka, dengan seekor domba.

Datanya tidak jelas, dan berbagai pendapat telah dikemukakan selama tahun 1930-an dan 1940-an sebagai alternatif bagi waktu yang lebih banyak diterima yaitu tahun 1947. Barangkali pada awal 1947, Mohammed Ahmed el-Hamed (nama julukan edh-Dhib, "serigala"), seorang gembala Beduin, pergi untuk mencari dombanya yang hilang. Ketika memeriksa gua-gua di lereng bukit yang terjal, ia melemparkan sebutir batu ke dalam gua itu dengan harapan menakut-nakuti dombanya hingga keluar. Dombanya tidak ditemukan, namun apa yang didengarnya menuntut penelitian lebih jauh — dentingan keramik yang pecah. Ia masuk ke gua itu dan menemukan sejumlah bejana kuno yang berisikan naskah-naskah yang digulung dengan kain lenan.

Setidak-tidaknya demikianlah versi resmi yang diterima (berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh John C. Trever). Rinciannya tidak jelas; mungkin kambing dan bukan domba. Mungkin ada dua orang Beduin dan bukan hanya satu orang. Mungkin mereka langsung mengambil gulungan-gulungan itu, atau kembali lagi pada hari berikutnya, atau beberapa hari kemudian. Usaha-usaha untuk menjelaskannya ternyata sia-sia, dan para pakar telah mewawancarai lebih banyak orang yang mengaku bernama Mohammed edh-Dhib daripada jumlah naskah-naskah yang diambil dari tempat persembunyian yang pertama, masing-masing dengan versi kejadiannya sendiri.

Kisahnya tetap kabur. Gulungan itu pertama-tama dibawa ke sebuah penjual barang antik Betlehem yang bernama Ibrahim 'Ijha, yang langsung mengembalikannya karena diberitahukan bahwa naskah-naskah itu kemungkinan telah dicuri dari sebuah sinagoga. Gulungan-gulungan itu segera jatuh ke tangan seorang tukang reparasi sepatu yang kemudian beralih menjadi pedagang barang antik, Khalil Eskander Shahin, yang lebih dikenal sebagai Kando. Sekali lagi kita menghadapi misteri yang terselubung. Menurut sebagian besar laporan, kaum Beduin ini hanya mengambil tiga gulungan naskah bersama mereka setelah pertama kali menemukannya dan kemudian kemungkinan mereka kembali karena disuruh Kando dan mengunjungi tempat itu untuk menggali lebih banyak naskah atau mungkin Kando sendiri terlibat dalam penggaliannya sendiri yang berlawanan hukum. Yang pasti ialah Kando sendiri kemudian memiliki setidaknya empat gulungan.

Urusan dengan kaum Beduin ini akhirnya menyebabkan naskah-naskah itu jatuh ke tangan pihak ketiga sebelum dilakukan tawar-menawar. Pihak ketiga itu, George Isha'ya, adalah seorang anggota Gereja Ortodoks Suriah, yang segera menghubungi Biara St. Markus dengan harapan akan mendapatkan penilaian harga untuk teks-teks itu. Berita tentang penemuan ini tiba di tangan Metropolitan Athanasius Yeshue Samuel, yang lebih sering disapa Mar Samuel.

Setelah meneliti gulungan-gulungan tersebut dan yakin bahwa mereka memang sangat tua, Mar Samuel menyatakan niatnya untuk membelinya. Keempat naskah itu jatuh ke tangannya, yaitu Naskah Yesaya, the Aturan Komunitas, Peshar Habakuk (Penafsiran Habakuk), dan Apokrifon Kejadian (Naskah apokrif Kejadian). Lewat pasar barang antik, lebih banyak gulungan yang bermunculan, dan Eleazer Sukenik kemudian memiliki tiga gulungan naskah: Naskah Peperangan, Nyanyian Pengucapan Syukur, dan sejumlah potongan-potongan gulungan Yesaya lainnya.

Pada akhir 1947, Sukenik, secara sangat kebetulan, mendapat berita tentang naskah-naskah yang dimiliki oleh Mar Samuel dan berusaha membelinya. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan, dan sebaliknya, naskah-naskah itu malah menarik perhatian John C. Trever, dari Sekolah Penelitian Oriental Amerika (ASOR). Trever menemukan kesamaan antara tulisan-tulisan dalam gulungan-gulungan itu dengan tulisan-tulisan pada Papirus Nash, yang pada saat itu merupakan manuskrip Alkitab tertua.

Suatu kebetulan yang aneh, Trever, selain seorang sarjana Alkitab yang berbakat, juga seorang fotografer amatir yang sangat baik. Ia mengatur pertemuan dengan Mar Samuel pada 21 Februari 1948, dan di situ ia memotret naskah-naskah itu. Setelah bertahun-tahun kualitas foto-fotonya seringkali jauh lebih baik daripada gulungan-gulungan itu sendiri, karena teks-teks itu segera menjadi rusak begitu mereka dikeluarkan dari tempat perlindungannya yang cukup aman berupa bungkusan kain lenan.

Bulan Maret tahun yang sama, pecahlah kekerasan antara orang-orang Arab dan Yahudi di Palestina, yang menyebabkan diamankannya naskah-naskah itu dari negara tersebut. Meskipun sesungguhnya pengamanan benda-benda kuno dengan cara itu melanggar hukum, gulungan-gulungan tersebut akhirnya tiba di Beirut.

Gua 1

Baru pada 1949, hampir dua tahun setelah penemuan ini, para sarjana mengetahui di mana letak gua tempat gulungan-gulungan ini ditemukan. Sebuah penggalian di gua itu dimulai pada Februari tahun itu, dipimpin oleh G. L. Harding, Roland de Vaux, dan Ibrahim El-Assouli, yang menangani Museum Rockefeller. Orang-orang Beduin sudah mendahului para arkeolog itu dalam mengambil manuskrip-manuskrip dan potongan-potongan yang lebih besar, namun demikian sekitar 600 potongan berhasil dikumpulkan. Begitu pula potongan-potongan kayu, kain, dan pecahan-pecahan tembikar. Foto-foto infra-merah diambil terhadap fragmen-fragmen itu, yang kelak ternyata merupakan sarana berharga untuk membaca teks-teks itu di kemudian hari.

Setelah jelas bahwa lebih banyak gulungan yang diperoleh Sukenik dan Mar Samuel telah dicuri, diadakanlah tawar-menawar dengan Kando, yang bertindak atas nama orang-orang Beduin. Sejumlah 1000 pound Yordania dibayarkan kepada Kando untuk fragmen-fragmen yang masih tersisa. Berurusan dengan pedagang barang antik dan perampok, meskipun pada umumnya bukan sesuatu yang menyenangkan, adalah langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan gulungan-gulungan itu untuk dipelajari lebih lanjut.

Gua 2

Tiga tahun kemudian pada 1952, kaum Beduin kembali menemukan harta karun di sebuah gua yang berdekatan (Gua 2). Meskipun tidak sepenting gudang manuskrip dari Gua 1, berbagai fragmen ditemukan oleh orang-orang Beduin yang, kembali bekerja melalui Kendo, menjualnya kepada Museum Arkeologi Palestina dan École Biblique (Sekolah Alkitab).

Gua 3

Pada 14 Maret tahun yang sama, nasib akhirnya berpihak kepada para sarjana dan ekspedisi mereka, karena mereka menemukan gua ketiga yang berisi fragmen-fragmen manuskrip. Selain itu, mungkin yang paling misterius dari semua gulungan, yaitu Gulungan Tembaga jelas memuat sebuah daftar dan petunjuk ke tempat-tempat harta karun yang mengandung harta yang menakjubkan.

Gua 4

Pada Agustus 1952 orang-orang Beduin kembali melakukan penemuan yang penting, kali ini dalam Gua 4. Fragmen-fragmen gulungan dalam jumlah besar (meskipun bukan gulungan yang lengkap) segera bermunculan di pasar barang antik. Harding segera menemukan situs ini, mengejar kaum Beduin yang sedang mengambili barang-barang itu. Lebih dari setengah dari tempat penyimpanan yang besar ini telah dikumpulkan oleh kaum Beduin yang mencari harta karun. Penggalian arkeologis dimulai pada akhir September tahun itu, dan menghasilkan lebih banyak lagi fragmen dari lebih banyak lagi teks, serta kamar kedua dari gua ini.

Pemerintah Yordania yang sedang menghadapi kesulitan keuangan segera menyadari bahwa dirinya tidak mampu mendanai pembelian-pembelian lebih lanjut, dan karena itu menawarkan kesempatan kepada lembaga-lembaga asing untuk melakukan investasi dengan membeli gulungan-gulungan itu, dan untuk itu mereka akan dikompensasikan dengan fragmen-fragmennya. Beberapa lembaga menanggapi, namun mereka dilarang membeli dan uang mereka dikembalikan ketika pemerintah Yordania mengubah pendiriannya, dan memutuskan untuk mempertahankan teks-teks itu di Yordania.

Gua 5 & 6

Penggalian-penggalian di Gua 4 segera memimpin mereka kepada penemuan Gua 5, dan menghasilkan fragmen-fragmen dalam jumlah yang agak lumayan. Tak lama sesudah itu, orang-orang Beduin, menemukan Gua 6, dan menghasilkan sisa-sisa dari hampir tiga lusin gulungan lagi. Anehnya, kebanyakan dari gulungan-gulungan ini terbuat dari papirus dan bukan kulit seperti yang umumnya ditemukan di gua-gua yang lain.

Sementara itu, Mar Samuel berangkat ke Amerika. Di sana ia berusaha dengan sia-sia untuk menjual teks-teks yan ada di tangannya, bahkan ia pernah memamerkannya sekali di Perpustakaan Kongres. Akhirnya, karena putus asa, ia memasang ikln di Wall Street Journal yang kini menjadi iklan yang terkenal. Pada 1 Juni 1954, sebuah iklan di Wall Street Journal mengumumkan, "Empat Naskah Laut Mati: Manuskrip-manuskrip Alkitab [sic] yang berasal sekurang-kurangnya dari tahun 200 SM [sic], ditawarkan untuk dijual. Ini akan menjadi pemberian yang ideal kepada suatu lembaga pendidikan atau keagamaan oleh seorang individu atau kelompok. Iklan ini menarik perhatian Yigael Yadin, yang, melalui seorang pertantara, berhasil membeli gulungan-gulungan itu seharga $250.000.

Gua 7 - 10

Pada 1955 para arkeolog menemukan empat gua lagi, Gua 7 hingga 10. Penemuan ini hanya menghasilkan sedikit fragmen, namun tetap penting. Gua 7 menghasilkan sembilan fragmen berbahasa Yunani (termasuk 7Q5) dan menimbulkan banyak perdebatan pada dekade-dekade berikutya. Gua 8 hanya memuat lima fragmen, meskipun ditemukan banyak bahan yang digunakan dalam membandingkan gulungan-gulungan itu. Gua 9 hanya mengandung satu fragmen dan Gua 10 tidak mengandung apa-apa kecuali sebuah ostracon (potongan kerambah bertulisan).

Gua 11

Orang-orang Beduin adalah orang terakhir yang menemukan Gua 11, yang menghasilkan lebih dari dua lusin teks, termasuk Gulungan Bait Suci, yang kelak disita oleh tentara Israel atas perintah Yigael Yadin. Dua gulungan lengkap lainnya muncul dari Gua 11, sebuah salinan dari Kitab Imamat dan sebuah kitab Mazmur, termasuk sejumlah nyanyian yang sebelumnya tidak dikenal. Banyak orang berspekulasi bahwa lebih banyak gulungan dari Gua 11 yang mungkin telah jatuh ke tangan seorang kolektor pribadi.

Penerbitan

Sebagian dari dokumen-dokumen ini segera diterbitkan: semua tulisan yang ditemukan dalam Gua 1 muncul dalam bentuk tertulis antara 1950 dan 1956; temuan-temuan dari 8 gua diterbitkan dalam satu buku pada 1963; dan pada 1965 diterbitkanlah Gulungan Mazmur dari Gua 11. Terjemahan dari bahan-bahan ini segera menyusul.

Yang terkecuali dari penerbitan kilat ini adalah dokumen-dokumen dari Gua 4, yang merupakan 40% dari keseluruhan bahan. Penerbitan bahan-bahan ini dipercayakan kepada suatu tim internasionalyang dipimpin oleh Pater Roland de Vaux, seorang anggota Ordo Dominikan di Yerusalem. Kelompok ini menerbitkan jilid pertama dari bahan-bahan yang dipercayakan kepada mereka pada 1968, namun mereka banyak sekali menghabiskan energi mereka untuk membela teori-teori mereka tentang bahan-bahan itu, ketimbang menerbitkannya. Geza Vermes, yang telah terlibat sejak permulaan dalam menyunting dan penerbitan bahan-bahan ini, mempersalahkan penundaan —dan akhirnya kegagalannya— pada pemilihan timnya oleh de Vaux karena dianggap tidak cocok dengan kualitas pekerjaan yang telah diharapkannya. Juga dikatakan bahwa ia terlalu mengandalkan "otoritas pribadinya yang agak patriarkhal" untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan ini.

Akibatnya, temuan-temuan dari Gua 4 tidak diumumkan selama bertahun-tahun. Akses kepada naskah-naskah ini diatur oleh suatu "aturan kerahasiaan" yang membolehkan hanya Tim Internasional yang asli atau mereka yang ditunjuk Tim ini untuk melihat bahan-bahan aslinya. Setelah kematina de Vaux pada 1971, para penggantinya berulang-ulang menolak untuk bahkan mengizinkan penerbitan foto-foto dari bahan-bahan ini sehingga para sarjana lain sekurang-kurangnya dapat membuat penilaian mereka. Aturan ini akhirnya dilanggar: pertama oleh penerbitan pada musim gugur tahun 1991 atas 17 dokumen yang direkonstruksikan dari sebuah konkordansi yang telah dibuat pada 1988 dan telah jatuh ke tangan para ahli di luar Tim Internasional. Berikutnya, pada bulan yang sama, oleh penemuan dan penerbitan dari serangkaian lengkap foto-foto dari bahan-bahan Gua 4 di Perpustakaan Huntington di San Marino, California, yang tidak terkena "aturan kerahasiaan". Setelah penundaan beberapa kali foto-foto ini diterbitkan oleh Robert Eisenman dan James Robinson (A Facsimile Edition of the Dead Sea Scrolls, dua jilid, Washington, D.C., 1991). Akibatnya, "aturan kerahasiaan" itu dicabut, dan penerbitan dari dokumen-dokumen Gua 4 segera menyusul, dengan lima jilid bahan yang dicetak pada tahun 1995.                 

TEORI PEMUFAKATAN VATIKAN
Tuduhan-tuduhan bahwa Vatikan menghalangi penerbitan naskah-naskah ini diterbitkan pada tahun 1990-an. Khususnya buku The Dead Sea Scrolls Deception karya Michael Baigent dan Richard Leigh mengklaim bahwa sejumlah gulungan penting dengan sengaja disimpan selama beberapa puluh tahun untuk menghalangi teori-teori yang negatif tentang sejarah Kekristenan perdana. Khususnya, "spekulasi Eisenman" bahwa kehidupan Yesus dengan sengaja dimitoskan oleh Paulus, yang kemungkinan adalah seorang agen Romawi yang memalsukan "pertobatannya" dari Saulus guna menggerogoti pengaruh penyembahan mesianik anti Romawi ini di wilayah tersebut.

Penerbitan lengkap dan penyebaran terjemahan-terjemahan dari naskah-naskah ini pada akhir tahun 1990-an dan awal tahu 2000-an telah sangat mengurangi kredibilitas argumen mereka di antara keilmuan arus utama. Sekarang kebanyakan ahli, baik sekular maupun religius, merasa bahwa dokumen-dokumen ini sangat Yahudi, dan bukan Kristen!

Lihat selengkapnya di Wikipedia Bahasa Indonesia atau English
Lihat pula

Rujukan
  • Edward M. Cook, Solving the Mysteries of the Dead Sea Scrolls: New Light on the Bible, Grand Rapids, MI: Zondervan, 1994
  • Frank Moore Cross, The Ancient Library of Qumran, ed. ke-3, Minneapolis: Fortress Press, 1995. ISBN 0-8006-2807-1
  • Norman Golb, Who Wrote the Dead Sea Scrolls? The Search for the Secret of Qumran, New York: Scribner, 1995
  • Barbara Thiering, Jesus and the Riddle of the Dead Sea Scrolls, New York: Harper Collins, 1992
  • Geza Vermes, The Complete Dead Sea Scrolls in English, London: Penguin, 1998. ISBN 0-14-024501-4 (terjemahan yang baik, namun lengkap hanya dalam pengertian bahwa ia menyertakan terjemahan-terjemahan dari teks-teks yang lengkap, namun mengabaikan gulungan-gulugan yang fragmentaris dan lebih khusus lagi tidak mengikutsertakan teks-teks Alkitab.)
Sumber-sumber lain
  • Michael Wise, Martin Abegg, Jr, and Edward Cook, The Dead Sea Scrolls: A New Translation, (1996), HarperSanFrancisco paperback 1999, ISBN 0-06-069201-4, (mengandung bagian-bagian non-Alkitab dari naskah-naskahnya)
  • Martin Abegg, Jr, Peter Flint, and Eugene Ulrich, The Dead Sea Scrolls Bible: The Oldest Known Bible Translated for the First Time into English, (1999) HarperSanFrancisco paperback 2002, ISBN 0-06-060064-0, (mengandung bagian-bagian Alkitab dari naskah-naskahnya)
  • Dead Sea Scrolls Study Vol 1: 1Q1-4Q273, Vol. 2: 4Q274-11Q31, (cakram padat), Logos Research Systems, Inc., ASIN: B0002DQY7S (memuat bagian-bagian non-Alkitab dari gulungan-gulungan ini, dengan transkripsi bahasa Ibrani dan Aram yang paralel dengan terjemahan bahasa Inggris)
  • Hershel Shanks, editor, Understanding the Dead Sea Scrolls: A Reader From the Biblical Archaeology Review, Vintage Press reprint 1993, ISBN 0-679-74445-2
  • Lawrence H. Schiffman, Reclaiming the Dead Sea Scrolls: their True Meaning for Judaism and Christianity, Anchor Bible Reference Library (Doubleday) 1995, ISBN 0-385-48121-7, (meneliti gulungan-gulungan ini sebagai dokumen Yahudi, dan mengusulkan bahwa mereka berasal dari kelompok Saduki dan bukan Esene)
  • Hershel Shanks, The Mystery and Meaning of the Dead Sea Scrolls, Vintage Press 1999, ISBN 0-679-78089-0 (pengantar yang dianjurkan untuk penemuan dan sejarah penelitiannya)
  • Theodore Heline, Dead Sea Scrolls, New Age Bible & Philosophy Center, 1957, Edition cetak ulang Maret 1987, ISBN 0-933963-16-5
  • Joseph A. Fitzmyer, Responses to 101 Questions on the Dead Sea Scrolls, Paulist Press 1992, ISBN 0-8091-3348-2
  • Carsten Peter Thiede, The Dead Sea Scrolls and the Jewish Origins of Christianity, PALGRAVE 2000, ISBN 0-312-29361-5

BACA JUGA








Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar